3.5% Religius dan 96.5% Religiusitas


Oleh: Firdaus Putra A.

Judul di atas saya ambil dari pernyataan Cak Nun (Emha Ainunnadjib), tentang komposisi ayat-ayat dalam Al Quran. Menurutnya, dari 6.000 ayat, hanya 3.5% yang berbicara tentang religius dalam makna sempitnya ibadah mahdloh; salat, puasa, zakat, haji, dan seterusnya. Selebihnya, sebanyak 96.5% berbicara tentang religiusitas atau lebih enak saya bahasakan menjadi ibadah dalam arti seluas-luasnya. Poin pentingnya adalah, bahwa tindakan religius merupakan tindakan yang diperintahkan oleh Allah. Sedangkan religiusitas merupakan tindakan-tindakan yang tidak melanggar aturan-aturan Allah.

Pemahaman di atas memberikan makna yang baru bagi kita, sekurang-kurangnya bahwa sebagian besar dari ayat-ayat yang ada berbicara tentang kehidupan manusia. Artinya, bilamana kita posisikan Quran sebagai repesentasi Islam, maka Islam merupakan agama manusia, untuk kini dan kedi-sini-an. Memang benar Quran mengakomodir ayat-ayat tentang ibadah mahdloh yang merupakan cerminan dari adanya huququllah (hak-hak Allah), namun sedikit porsinya. Jika kita mau nakal, nampaknya Allah “tahu diri”, bahwa agama (Islam) diperuntukan untuk manusia. Oleh sebab itu harus banyak berbicara tentang manusia bukan sebaliknya.

Tidak berbeda jauh dengan pandangan Munir Mulkhan, bahwa seharusnya agama senantiasa ngurusi manusia sebagai umatnya. Bukan sebaliknya, justru sibuk ngurusi Tuhan. Tuhan sudah cukup dalam diri-Nya, hingga secara ekstrem, jika seluruh manusia di dunia ini tidak beribadah kepada-Nya, ia tidak menanggung kerugian apa-apa. Mungkin pernyataan itu merupakan keterusterangan Tuhan pada umat manusia agar manusia tidak melupakan bumi yang dipijaknya.

Tentu saja ketika kita mengamini logika di atas, tidak lantas membuat kita jauh dari ibadah mahdloh. Yang perlu kita cermati bahwa jangan sampai kita terjebak pada ekstase (mabuk) dalam ibadah mahdloh tersebut dan melupakan 96.5% yang lain. Dalam bahasa lain, jangan sampai kita terlalu egois hanya memikirkan kesalehan individual semata dan melupakan kesalehan sosial kita.

Ironisnya keberagamaan hari ini menunjukan gejala yang lain. Melalui media elektronik, kita melihat bahwa umat saat ini lebih asyik dan mahsyuk dalam cengkerama manisnya janji-janji tentang surga dan perawan-perawan surga. Ke arah sana umat berlomba-lomba mengkapling tanah-tanah di surga dengan berbagai fasilitas yang ditawarkan. Tiket pun dapat dipesan di mana-mana; melalui ritual formal, melalui simbolisasi, melalui wisata religius, dan sebagainya.

Umat menjadi lupa bahwa agamanya datang mengemban misi suci dalam rangka membebaskan umat manusia dari ketertindasan atau penindasan. Umat menjadi lupa tentang arti pentingnya solidaritas sosial dalam Islam. Mereka hanya tahu tentang fanatisme dalam Islam.

Lebih jauh dari sekedar praktik keberagamaan yang terlampau egois, kita juga melihat bahwa di tengah-tengah umat, ada sebagian yang berlaku bagaikan Sinterklas. Merekalah para filantropis atau para dermawan yang gemar membagi rizkinya pada yang lain. Namun, seringkali juga para filantropis ini berangkat dari modus kesalehan individu, ya apalagi kalau bukan dalam rangka membeli tiket menuju surga. Setelah memberikan sebagian rizkinya, seakan-akan mereka sudah mencuci tangannya dari dosa sosial yang ada. Dan biasanya praktik semacam ini hanya berlangsung secara insidental dan temporer; santunan bagi yatim-piatu di hari yatim, santunan bencana alam, dan sebagainya. Mereka melupakan tanggung jawab sosial yang lebih besar dari itu, yakni pemberdayaan sosial.

Untuk itu, 96.5% alangkah baik jika salah satunya kita pahami sebagai pemberdayaan sosial. Pada titik ini, sejatinya pemberdayaan sosial merupakan praktik beribadah yang tidak lebih rendah dari salah, zakat, haji dan semacamnya.

Saat Idul Fitri tahun 2007, Ibu saya pernah mendiskusikan keinginannya untuk berangkat haji atau umrah. Dengan tegas saya memberikan usul, bagaimana kalau tidak perlu berangkat ke Arab Saudi untuk umrah atau haji, melainkan uang tersebut disumbangkan bagi anak-anak yang kurang mampu untuk bersekolah. Atau jika bisa, tidak menutup kemungkinan membuat semacam yayasan yang bergerak di bidang sosial. Menurut saya hal ini akan lebih bermakna daripada sekedar haji atau umrah.

Berbeda lagi menurut Cak Nun, menurutnya salah satu komposisi yang menyusun 96.5% salah satunya juga kesenian; melalui teater, musik, lukis, dan lain-lain. Meskipun Cak Nun tidak menggarisbawahi kesenian seperti apa yang dimaksud, tapi jika boleh menafsirkan yakni kesenian yang berpotensi mengkatarsis para pegiatnya dan masyarakat sebagai penikmatnya. Mengkatarsis dalam artian melalui seni itu manusia atau masyarakat mampu mengenali jati dirinya atau merasa tergugah dan kemudian berubah.

Bilamana Irshad Manji yang mengemukakan, mungkin salah satu dari penyusun 96.5% adalah pentingnya melakukan reformasi keberagamaan yang dilaksanakan melalui proses reformasi pemikiran. Atau bilamana Dedi Mizwar yang menyatakan, maka menurutnya memproduksi film-film atau sinetron yang berbobot dan kritis adalah salah satu bentuk ibadah yang mulia.

Tentunya akan berbeda jika kawan saya, Pak Slamet Warteg yang menyampaikan, baginya 96.5% itu salah satunya disusun dari perjuangan untuk membebaskan kehidupan para petani dari kondisi sosial-ekonomi-politik yang menindas. Dan menjadi berbeda lagi jika aktivis mahasiswa yang menyampaikan, maka salah satu penyusun dari 96.5% adalah perjuangannya untuk menolak komersialisasi pendidikan dan menuntut agar pemerintah pro-pendidikan.

Jika Rektor UNSOED yang menyampaikan, mungkin menolak pembangunan Purwokerto City Walk (PCW) di depan kampus UNSOED adalah salah satu penyusun 96.5%. Jika saya yang mengutarakan, maka menulis dan berdiskusi dengan kawan-kawan mahasiswa adalah ibadah yang sarat dengan nilai-nilai transendental.

Lantas jika Anda yang mengutarakan, Anda akan melakukan apa untuk menyusun 96.5% ayat Quran agar berpihak pada kemanusiaan dan kemasyarakatan? []

11/04/2008
Share on Google Plus

About el-ferda

Saya mulai blogging sejak November 2007. Dulu awalnya iseng sekedar mengarsip tulisan atau foto. Lama kelamaan saya mulai suka menulis. Selain blogging, saya juga suka membaca, nonton film dan diskusi ini itu. Sekarang di tengah-tengah kesibukan bekerja dan lain sebagainya, saya sempatkan sekali dua kali posting tulisan. Tentang saya selengkapnya di sini
    Blogger Comment
    Facebook Comment