Diam Menandakan Iya


Catatan Kritis untuk Ke-diam-an KAMMI
Oleh: Firdaus Putra A.

Sedikitnya tiga kali saya menulis surat terbuka yang ditujukan secara langsung maupun tak langsung pada Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) di Purwokerto. Namun ketiga-tiganya berakhir sama, yakni tanpa tanggapan, klarifikasi, atau justru disclaim, bilamana pernyataan-pernyataan yang saya buat adalah salah.

Saya khawatir bilamana kawan-kawan KAMMI menganggap, bahwa menanggapi atau merespon, pernyataan atau pertanyaan yang saya ajukan merupakan masalah. Dan tentunya mereka tidak ingin masuk dalam lingkaran masalah tersebut.

Dulu, untuk kali pertama, secara tidak langsung saya pernah mengkritik KAMMI, hanya saja lebih tertuju pada lembaga intra kampus, yakni Unit Kerohanian Islam (UKI), yang nota benenya mayoritas dikelola oleh anak KAMMI atau yang se-frame dengan KAMMI. Kritik tersebut saya layangkan melalui surat terbuka yang ditempel di mading-mading kampus. Sama sekali tidak ada tanggapan atau sanggahan.

Kedua, saya mengkritik KAMMI secara langsung terkait dengan bangunan epistemologi gerakan, khususnya pengkaderan, yang menurut saya kurang emansipatoris bagi para anggotanya. Kritikan tersebut saya muat dalam blog ini, dimana URL-nya saya sampaikan ke kawan-kawan KAMMI. Dan sama, tidak ada tanggapan.

Ketiga, saya menulis tentang “Lomba Penulisan Esai 10 tahun Bersama KAMMI Daerah Purwokerto”, yang menurut saya ada kepentingan politis sampai-sampai yang dimenangkan adalah gagasan-gagasan yang sepenuhnya normatif. Tulisan tersebut saya rilis juga dalam blog ini, dan URL-nya juga saya kabarkan ke kawan-kawan KAMMI. Dan sekali lagi, masih sama saja, tidak ada tanggapan.

Lantas saya menjadi bimbang, sebenarnya apa yang dikehendaki KAMMI dengan sikap diamnya itu? Apakah mereka meng-iya-kan pernyataan dari banyak kritikan yang saya alamatkan atau sebaliknya. Kalau kita ingat adagium Arab yang berbunyi, assukutu tadullu ‘ala na’am, yang artinya diam itu menandakan iya, maka kediaman KAMMI sama artinya sedang membenarkan apa-apa yang saya lontarkan.

Baiklah untuk sementara waktu—sampai kawan-kawan KAMMI menanggapi secara langsung—kita gunakan logika sederhana adagium Arab di atas. Maka, pertama bahwa benar kritikan yang saya lontarkan pada UKI FISIP, yakni eksklusivitas, Banna-ian, monolitik, dan sangat lekat dengan simbol-simbol Islam. Kedua, bahwa benar juga ketika saya mengkritik, ada yang tidak beres dalam bangunan dasar pengkaderan KAMMI. Sehingga melahirkan kader-kader yang monolitik, kurang dinamis, dan cara pandangnya sangat politis. Dan terakhir, benar juga bahwa Lomba Penulisan Esai yang pernah saya ikuti memang bias politik, atau memang diperuntukan ke arah tersebut. Sehingga pemenangnya, dua orang dari kader KAMMI, dengan pokok bahasan yang relatif sama, yakni pelayanan publik yang buruk di Kab. Banyumas.

Jika pembaca berada pada posisi saya, mungkin Anda juga akan sama herannya, karena apapun yang saya tulis, entah itu positif atau peyoratif sama sekali tidak direspon. Masalahnya, siapa tahu apa yang saya tulis adalah salah, maka bisa berakibat buruk bagi KAMMI. Tentunya saya tidak ingin menjadi penyebar fitnah, untuk itu saya membutuhkan repon yang secukupnya. Kalau pernyataan saya salah, maka haruslah diklarifikasi. Dan juga sebaliknya.

Mendiamkan saya sama artinya menutup peluang untuk mendialogkan gagasan-gagasan antara saya dengan kawan-kawan KAMMI. Buruknya saya akan memandang KAMMI dengan cara pandang saya, dan KAMMI memandang saya dengan cara pandangnya. Tidak ada cara pandang—meminjam bahasa Habermas—yang intersubyektif. Padahal, cara pandang yang intersubyektif sangat dibutuhkan untuk membangun masyarakat yang berdiri di atas pluralitas golongan, kepentingan, ideologi dan sebagainya.

Apa yang perlu kita kembangkan adalah sikap untuk saling terbuka. Makanya, saya memilih blog ini (baca: ruang publik) sebagai media untuk mengkomunikasikan gagasan atau kritikan saya kepada KAMMI. Pemilihan media ini bukan dalam rangka “menelanjangi”, melainkan, sependek pengetahuan saya, bahwa refleksi diri akan berjalan secara optimal dalam ruang publik yang dinamis. Semakin terbuka ruang ini, maka setiap partisipan; saya, KAMMI, Anda sebagai pembaca, dan seterusnya, dapat bersama-sama melakukan usaha “kritik diri” atau “kritik ideologi”. Melakukan proses ini di ruang privat, hanya akan membuat kejujuran-kejujuran yang kita ajukan berpotensi tertolak lantaran selubung ideologis, fanatisme, atau juga pandangan satu arah (monologis). Untuk itu, usaha “kritik diri” atau “kritik ideologi” hendaknya dilakukan dalam ruang publik yang bebas dari dominasi. Gagasan semacam ini saya temukan dalam kerangka besar teori tindakan komunikatif Jurgen Habermas (Teori Kritis Generasi Kedua).

Tulisan ini merupakan keempat kalinya yang saya utarakan kepada KAMMI. Sekali lagi, motif yang menyelimuti adalah motif untuk saling terbuka. Saya termasuk orang yang sering mengkritik KAMMI di berbagai kesempatan, formal pun informal. Hal tersebut berangkat dari keprihatinan saya terhadap KAMMI. Ia memiliki potensi yang luar biasa, mulai dari jumlah kader, jaringan kerja, modal ekonomi, dan sebagainya.

Terakhir, semoga tulisan yang keempat ini bisa direspon dengan baik oleh KAMMI khususnya di Purwokerto. Jika masih tetap saja diam, maka saya akan dengan berani menyimpulkan bahwa assukutu tadullu a’la na’am, yang artinya memang benar KAMMI menutup diri dari dialog, eksklusif, dan sikap politiknya cenderung safety.

Mohon maaf apa bila tulisan kali ini terlalu pedas. Semoga adagium undzur ila ma qola wala tandzur ila man qola (lihatlah apa yang dikatakan, jangan melihat siapa yang mengatakan) dapat terjadi. Ketika itu terjadi, saya yakin dialog yang membebaskan serta mencerahkan dengan sendirinya akan terjadi. Semoga. []

11/04/2008
Share on Google Plus

About el-ferda

Saya mulai blogging sejak November 2007. Dulu awalnya iseng sekedar mengarsip tulisan atau foto. Lama kelamaan saya mulai suka menulis. Selain blogging, saya juga suka membaca, nonton film dan diskusi ini itu. Sekarang di tengah-tengah kesibukan bekerja dan lain sebagainya, saya sempatkan sekali dua kali posting tulisan. Tentang saya selengkapnya di sini
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments :