
Oleh: Firdaus Putra A.
Di desaku, Surobayan, malam lebaran dirayakan dengan berbagai cara. Ada yang menyulut kembang api, petasan, dan sejenisnya. Letupan petasan semarak di atas atap rumah. Mungkin suaranya mirip dengan perang di zaman kemerdekaan. Bedanya, ledakannya tak terlalu besar.
Ada juga yang merayakannya dengan keluar rumah dan turun ke jalan. Motor berseliweran ke sana ke mari, seperti mencari sesuatu, pusat keramaian. Agar lebih semarak, beberapa knalpot motor dimodifikasi sedemikian rupa hingga suaranya menggelegar ke mana-mana. Keramaiannya nampak seperti konvoi atau pawai partai saat pemilu.
Jalanan nampaknya masih menyediakan ruas yang cukup luas, mobil bak terbuka dan truk ikut turun. Di atasnya sound system di pasang. Para pesertanya melantunkan takbir. Namun ada juga yang hanya menyetel rekaman takbir. Lebih membingungkan, ada juga yang menyetel musik dangdut dan para pesertanya, yang kebanyakan laki-laki muda, berjoget di atasnya.
Ada juga yang merayakan malam itu dengan sederhana dan khidmat. Beberapa kanak-kanak dipandu ustadz atau pengurus masjid melantunkan kalimah takbir di masjid sebelah. Suaranya polos, tanpa cengkok yang dibuat-buat. Meski sudah beberapa jam berjalan, tak nampak suara lelah. Kanak-kanak itu penuh semangat bertakbir ria sampai pukul 11 atau 12 malam.
Inilah ihwal merayakan kemenangan di akhir Ramadhan. Lebih tepatnya, ihwal masyarakat sipil yang tengah bersuka cita. Berbeda dengan itu, kepolisian tetap berjaga atau malah berdinas ekstra. Mengatur lalu lintas yang pasti macet. Mengurai kemacetan di titik persimpangan atau tikungan. Juga menertibkan pengendara pesta yang ugal-ugalan. Karena malam itu tidak sedikit pemuda bermotor yang mengawali pestanya dengan minum alkohol terlebih dulu.
Perayaan malam kemenangan Idul Fitri nampak tak berbeda dengan perayaan pergantian tahun. Hanya berbeda pada yel-yel, simbol, dan berbagai atribut. Perayaan tahun baru, lebih didominasi suara terompet, petasan, dan pentas musik. Di beberapa desa atau komplek perumahan, ada juga yang mengisinya dengan menggelar syukuran tumpeng. Sedang muda-mudi biasanya menggelar aktivitas gemebyar mirip dengan berbagai perayaan kolosal di masyarakat; malam agustusan, tahun baru, lebaran, musim kampanye, konser musik dangdut, dan sebagainya.
Potret masyarakat ini seperti kelompok laron. Ia akan keluar dari lubang dan menuju ke titik yang bercahaya terang. Semuanya akan pergi ke sana, tidak ketinggalan sulung, si anak laron. Cahaya memiliki daya magnet untuk menarik perhatian mereka. Meski ketika sampai di sana, laron-laron justru terbakar ketika mendapati panasnya lampu neon atau nyala api.
Begitupun ihwal perayaan kolosal di masyarakat. Massa bergerak lamban mencari pusat keramaian. Ada hasrat untuk membaurkan diri dan menjadi bagian dari keramaian itu. Sampai akhirnya, di tengah-tengah keramaian ia menemukan kepulan asap, suara bising, kesumbangan, dan tentu saja, membuat ingin cepat-cepat keluar dari keriuhan itu.
Masyarakat laron mendapati cahaya sebagai sesuatu yang anomalik. Membunuh dirinya, sekurang-kurangnya, mengganggu dirinya. Dengan berbagai atribut, simbol, yel-yel, mereka berangkat, sampai puncaknya mereka menemukan ketiadaan diri. Semuanya anonim.
Kemenangan di akhir bulan Ramadhan merupakan titik berangkat pesertanya. Kemenangan yang sejatinya berdimensi individual. Ya, mengingat hanya kita dan Tuhanlah yang tahu apakah kita menang (berpuasa dengan sungguh-sungguh) atau tidak. Tiada orang yang tahu status puasa kita. Ke-ada-an individu ini kemudian terserap dan terbiaskan melalui perayaan kolosal. Dalam perayaan itu, individu ada dalam ketiadaannya.
Gelombang massa berbalik dan surut mulai pukul satu dini hari. Masing-masing kembali ke asal dan rumahnya. Aroma keringat, karbon, obat petasan tersisa di ladang pesta. Ceceran botol air mineral, kertas selongsong petasan menyatu padu dengan guguran daun.
Seperti laron, selepas pesta cahaya, mereka berjatuhan ke lantai, meninggalkan lepasan sayapnya. Berjalan mencari sudut lain. Sampai akhirnya, esok pagi mereka memasuki milieu baru. []
0 comments :
Posting Komentar