Stop Islamisation


Catatan Kritis untuk Masyarakat Muslim Indonesia
Oleh: Firdaus Putra A.

Ketika hendak menonton film ini, saya sarankan Anda untuk tetap berkepala dingin. Lantaran apa yang disuguhkan benar-benar provokatif. Jangan sampai kita menontonnya dengan penuh sentimen.

Ada beberapa hal yang ingin saya komentari, pertama terkait dengan penggunaan “ayat-ayat perang” dalam film itu. Kedua, terkait dengan slide-slide gambar yang disuguhkannya. Ketiga masalah data yang ditawarkan. Dan terakhir, maksud dari film itu sendiri.

Poin pertama, sedikitnya ada lima ayat pada surat berbeda yang digunakan oleh Geert Wilder untuk melakukan penghukuman bahwa Islam melegitimasi praktik-praktik kekerasan, bahkan teror. Pertama, Surat al Anfaal ayat 60 yang terjemahannya, “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)”. Dengan dramatis Wilder menggunakan ayat itu untuk membuka filmnya dan dilanjutkan dengan rekaman audio-visual tragedi WTC. Pada titik ini, Wilder ini membangkitkan kembali memori kelam kita terkait dengan nestapa kemanusiaan beberapa tahun yang silam.

Ayat kedua yakni, Surat An Nisa ayat 59, dengan terjemahannya, “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat kami, kelak akan kami masukkan mereka ke dalam neraka. setiap kali kulit mereka hangus, kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. Setelah mengutip ayat tersebut Wilder melanjutkannya dengan wawancara dengan seorang bocah (3.5 tahun) yang bernama Basmallah. Yang intinya bahwa Yahudi dikenal oleh si kecil Basmallah sebagai kera dan babi. Melalui kepolosan anak, Wilder nampaknya ingin mengatakan bahwa kebencian umat Islam kepada Yahudi sebegitu massifnya, sampai-sampai seorang anak belia saja tahu stigma untuk menyebut Yahudi.

Ayat ketiga, Surat Muhammad ayat 4, dengan terjemahannya, “Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang) Maka pancunglah batang leher mereka. sehingga apabila kamu Telah mengalahkan mereka Maka tawanlah mereka dan sesudah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang berakhir. Demikianlah apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka tetapi Allah hendak menguji sebahagian kamu dengan sebahagian yang lain. dan orang-orang yang syahid pada jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka”. Citraan kejamnya Islam ini diperkuat dengan menyitir satu siaran pada Iqra TV (Saudi Arabia), dimana sang orator mengatakan, “para kafir ... tenggorakannya harus digorok dan tengkoraknya harus dipecahkan, ini adalah bagian dari kemenangan”. Ia mengakhiri skuel ini dengan rekaman seorang laki-laki yang digorok kepalanya hingga terputus dari lehernya.

Ayat keempat, Surat An Nisa ayat 89, yang terjemahnnya, “Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka Telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka penolong-penolong (mu), hingga mereka berhijrah pada jalan Allah. Maka jika mereka berpaling tawan dan Bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya, dan janganlah kamu ambil seorangpun di antara mereka menjadi pelindung, dan jangan (pula) menjadi penolong”. Bagian ini tdak terlalu kuat menampilkan kekejian Islam, hanya sedikit diperkuat dengan potongan-potongan berita di media massa Belanda.

Dan ayat terakhir, Surat Al Anfaal ayat 39, yang terjemahannya, “Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. jika mereka berhenti (dari kekafiran), Maka Sesungguhnya Allah Maha melihat apa yang mereka kerjakan”. Kutipan ayat tersebut diperkuat dengan jalan mengutip pernyataan Presiden Iran Ahmadinejad, tentang kebesaran atau superioritas Islam di dunia.

Sebenarnya saya tidak terlalu mempersoalkan penggunaan ayat-ayat di atas. Karena sebagian dari kita (umat Islam), kadang juga menggunakan beberapa ayat tersebut untuk menyebarkan rasa ketidaknyamanan pada kelompok lain. Sampai pada titik tertentu, sebenarnya citraan yang ditangkap oleh Wilder merupakan citraan tentang sebagian umat Islam yang dalam perjuangannya gemar menggunakan tindakan-tindakan anarkhis. Saya rasa, seperti sebagian umat yang saya maksud di muka, pembacaan Wilder terhadap ayat tersebut masih sangat tekstual.

Poin kedua, justru apa yang saya permasalahkan adalah penggunaan slide-slide, potongan koran, ikon, poster dan lain sebagainya yang terlalu serampangan. Saya katakan serampangan karena Wilder hanya menukil bagian tertentu yang memperkuat asumsinya tentang kekejian Islam. Implikasinya, bagi Anda yang tidak jeli, maka akan jatuh pada citra keji Islam.

Seperti ketika ia menukil pernyataan Ahmadinejad, kita tidak pernah tahu pada situasi atau konteks apa ia (sebagai seorang Presiden) mengeluarkan pernyataan itu. Hal ini juga terjadi pada banyak kutipan yang ia nukil. Konteks dimana peristiwa berlangsung tidak pernah kita tahu. Dalam kerangka komunikasi, tentu saja hal ini sangat bias dan membuat kita mengalami mispemahaman.

Menurut saya, ketidakbertanggungjawaban Wilder terlihat dari secara serampangannya menggunakan berbagai “pulungan fakta” yang entah ia dapat dari mana.

Poin ketiga, ketika ia menawarkan data tentang grafik penduduk Islam di Belanda, menurut saya ia juga melakukan kecerobohan, seperti yang dapat kita lihat di bawah;

Grafik pertumbuhan penduduk Islam di Belanda.
Tahun 1909 sebanyak 54 orang.
Tahun 1960 sebanyak 1.399 orang.
Tahun 1990 sebanyak 458.000 orang.
Tahun 2004 sebanyak 944.000 orang.
Tahun 2007 pertumbuhan penduduk Islam di Eropa sebanyak 54.000.000 orang.

Nampaknya Wilder ingin mengecoh kita dengan memadukan dua data yang berbeda tersebut. Yakni pertumbuhan penduduk Islam di Belanda dengan di Eropa. Apa yang salah? Ketika ingin mengatakan bahwa Belanda mengalami “ledakan penduduk Islam”, seharusnya Wilder menyuguhkan data tahun 2007 di Belanda bukan di Eropa.

Dengan melihat logika pertumbuhan yang ia tawarkan, sebenarnya kita bisa mengetahui kegelisahan macam apa yang ia rasakan. Yakni semakin pesatnya pertumbuhan penduduk Islam di Belanda, bahkan di Eropa. Artinya, dengan menarik simpulan di awal, tentang Islam yang pro-teror, kejam, dan seterusnya, Wilder ingin mengatakan bahwa Islam merupakan ancaman bagi Belanda, juga Eropa. Kita temukan pernyataan ini justru di akhir film. Ia mengingatkan kepada publik tentang tragedi Nazi pada tahun 1945, komunisme pada tahun 1989 dan ideologi Islam pada masa kontemporer.

Poin keempat, secara terbuka dan terang-terangan, Wilder menyampaikan maksud atau pesan dari fim pendeknya, “Stop Islamisation”. Ia tandaskan di akhir dengan sedikit special effect. Cukup jelas, bahwa film tersebut ia tujukan sebagai media kampanye anti-islamisasi di Belanda khususnya dan di Eropa pada umumnya.

Agar lebih menarik perhatian publik, ia juga memberikan beberapa kasus yang sebenarnya jauh dari ide di awal film (terorisme), yakni tentang hukuman mati, rajam, atau lempar batu bagi para pelaku homoseksual, zina, dan sebagainya. Ia cukup cerdas memanfaatkan engel ini untuk membukakan mata publik. Mengingat praktik semacam itu di Belanda cukup marak. Dengan harapan, tentunya banyak orang akan merasa terusik dengan Islam.

Secara umum saya memandang film tersebut berangkat dari rasa ketidakamanan, sindrom rendah diri, dan semacamnya. Atau, saya menduga bahwa Wilder merupakan orang yang terprovokasi oleh tesis the clash of civilization-nya Huntington. Terlihat ketika ia menyatakan di akhir filmnya secara lugas, “Islam want to rule, submit, and seeks to destroy our western civilization”. Lantas dengan gegabah ia meletakan Islam sebagai salah satu musuh negara atau masyarakat, sekurang-kurangnya masyarakat Eropa.

Ada satu fakta yang disuguhkan oleh Wilder yang sebenarnya bisa menghancurkan asumsinya itu. Yakni data tentang pertumbuhan penduduk Islam meningkat setiap tahunnya. Tentunya ketika Wilder sepakat bahwa Islam adalah teroris (sebagaimana awal ia membuka filmnya), maka seharusnya, ia tidak akan pernah menemukan data pertumbuhan penduduk Islam yang senantiasa meningkat.

Sampai pada titik itu, saya membaca kalau Wilder mengalami kegamangan dalam mencari titik tembak. Apakah ia akan menembak—meminjam bahasa Ulil Abshar—Islamisme, atau Islam. Sedangkan yang kita temukan dalam film tersebut, sebenarnya kekhawatirannya lebih mengarah pada Islamisme, yakni Islam sebagai ideologi. Bukan Islam dalam praktik kemasyakatannya. Hal ini diperkuat dengan pernyataan akhirnya, “Now, the islamic ideology has to be defeated”.

Terlepas dari itu, menurut saya Wilder merupakan orang yang bertanggungjawab ketika ia secara terang-terangan melengkapi film tersebut dengan identitas dirinya. Jika kita hubungkan dengan karikatur Nabi Muhammad, sebenarnya dua masalah ini merupakan lampu kuning bagi umat Islam (khusunya yang gandrung pada Islamisme) untuk kembali mengevaluasi gerakannya. Kita juga harus melihat bahwa kegelisahan Wilder paralel ketika kita sebagai umat Muslim di Indonesia gelisah terhadap isu Kristenisasi yang senantiasa muncul silih berganti.

Hanya saja, menjadi cukup riskan ketika film tersebut dikonsumsi oleh umat lintas agama. Ulah Wilder, ketika ditanggapi dengan penuh sentimen oleh umat agama lain, bisa menyebabkan konflik antaragama semakin meruncing. Lebih jauh, prasangka buruk, Islamophobi di Eropa, dan stereo tipe pada Islam selama ini bisa meledak menjadi Perang Suci antaragama.

Pada titik ini, saya cukup miris melihat tindakan Wilder. Ia cukup cerdas, hanya saja pengetahuan Islamnya tidak sedalam Karen Amstrong, dan simpulan-simpulan yang ia buat terlalu gegabah.

Lantas apa yang perlu kita lakukan? Membunuh Wilder tentu bukan tindakan yang Islami. Menuntut pemerintah Belanda, tentu salah alamat, mengingat mereka juga mengecam film tersebut. Mungkin yang perlu dilakukan adalah mengajak dialog Wilder secara terbuka terkait dengan kekhawatiran dan kegelisahannya dalam memandang Islam. Bagaimana menurut Anda? []

11/04/2008
Share on Google Plus

About el-ferda

Saya mulai blogging sejak November 2007. Dulu awalnya iseng sekedar mengarsip tulisan atau foto. Lama kelamaan saya mulai suka menulis. Selain blogging, saya juga suka membaca, nonton film dan diskusi ini itu. Sekarang di tengah-tengah kesibukan bekerja dan lain sebagainya, saya sempatkan sekali dua kali posting tulisan. Tentang saya selengkapnya di sini
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments :