Sampah - Rupiah


Oleh: Firdaus Putra A.

Sesiang tadi saya dibantu Gery sibuk memilah dan memilih tumpukan kertas foto kopi catatan kuliah semester lalu. Saran Gery agar kertas-kertas yang menyampah itu dipilah berdasar jenisnya, buram dan HVS. Juga dipilih apakah masih layak untuk digunakan, mengingat kertas itu berisi catatan perkuliahan dan aktivitas lainnya, atau tidak. Cukup lama kami memilah dan memilih seabrek sampah di kamar saya.

Memang, sebelum hari ini terjadi, kertas-kertas catatan perkuliahan itu merupakan “sampah” bagi saya. Sudah berapa tahun yang lalu sudah sama sekali tidak saya jamah. Untuk sekedar menengok referensi atau menengok jejak sejarah yang sempat terekam. Kertas-kertas itu hanya menggunung di rak atau kardus di dalam kamar. Tentu saja, ruang kamar saya menjadi kekurangan space.

Rencananya sampah kertas itu akan kami jual. Harganya cukup lumayan bagi anak kos. Kertas HVS perkilonya dihargai Rp.2.000, sedangkan buram dihargai Rp.1.000. lain daripada buram dan HVS, kertas koran dihargai Rp.1.200 perkilo gram. Tidak ketinggalan saya kumpulkan juga sobekan kertas atau kertas-kertas yang berukuran kecil. Seperti peribahasa, “Sedikit lama-lama menjadi bukit.” Dan benar, sobekan-sobekan kertas kecil itu menambah jumlah kilo dari total semuanya.

Tak hanya kertas, sampah-sampah seperti plastik, botol plastik, besi, botol gelas/beling, dan berbagai jenis bungkus/kardus juga saya lakukan. Saya siapkan satu kardus besar. Mulai dari plastik chasing printer yang rusak, botol-botol air mineral, botol beling, kemasan odol, dan apapun itu, selain kayu dan batu.

Pukul satu siang aktivitas memulung sampah selesai. Di antar Gery, saya dan dua teman kos lainnya mengangkut sampah itu ke tempat penjualan. Sebut saja di sekitar Jl. Kober Purwokerto. Dan sungguh tak disangka, awalnya kami hanya menaksir memperoleh Rp.40.000 dari penjualan semua sampah itu. Dan ternyata, si penjual membayar sampah kami sebesar Rp. 66.350. Kami diberi nota rincian pembelian, berikut berat serta harga masing-masing benda.

Tidak ada pekerjaan di hari libur yang lebih menyenangkan daripada kerja memulung sampah. Hanya dengan bekal kesabaran dan keuletan, sampah kami menjadi rupiah. Juga jangan dilupakan, ruang kamar saya menjadi agak longgar. Beberapa kamar kos yang digunakan sebagai gudang sudah mulai terlihat rapi. Dan poin besarnya, sekurang-kurangnya kami sedang mengupayakan siklus daur ulang produk industri. Benar-benar kerja yang sangat bermanfaat.

Saya bagi uang itu ke tiga teman lainnya. Apang yang sudah membantu dan memberikan sedikit sampah kertasnya. Khusus untuk Apang, saya tersenyum simpul ketika melihat eskpresi wajahnya memakai helm tanpa kaca film. Lebih menggelikan lagi, ia nampak begitu menghayati perannya sebagai “si pemulung sampah.” Ah, benar-benar hari yang menggembirakan, melihat tingkah-laku konyol teman kos.
Saya juga memberi bagian itu ke Andi yang sudah ikut mengantarkan sampah itu ke tempat penjualan, sehingga saya tidak perlu repot bolak-balik. Tentunya Gery yang memberi tahu tempat penjualan sampah, atau tepatnya dalam bahasa Jawa rombengan, dengan harga penawaran yang tinggi.

Kebetulan sekali sejak hari kemarin di Purwokerto ada bazar buku. Memang tidak seramai dan sebesar beberapa bulan sebelumnya. Tapi buku stand obral lima atau sepuluh ribuan tetap menjadi barang incaran yang selalu ramai dipadati pengunjung. Saya juga ke stand itu. Memang sedari tadi siang saya meniatkan hasil penjualan sampah ini tidak untuk makan. Dengan dibelikan buku, saya rasa nilai sejarahnya akan lebih lama dan tetap bisa dikenang. Bandingkan bila dibelikan makanan, rokok, dan sebagainya, hilang dalam waktu sehari atau dua hari. Sampah hilang dan rupiah juga hilang tanpa bekas.

Dengan Gery saya merencanakan untuk menyeweping beberapa kos teman. Siapa tahu teman-teman kos memiliki sampah kertas dan barang-barang lainnya yang bisa di-rombeng-in. Meski sekedar iseng, mengisi waktu luang, saya rasa kerja-kerja rombengan atau memulung sampah sangat bermanfaat bagi orang lain. Tidak ada yang dirugikan, baik manusia pun alam. Semuanya untung!

Lebih menarik lagi kalau Anda juga mencicipi nikmatnya memulung sampah di kos atau kamar sendiri. Sembari membunuh waktu luang, Anda akan membuka-buka catatan atau benda-benda yang menyimpan nostalgia tertentu. Seperti saya ketika menemukan surat-surat Tita Pikana dulu kala. Nuansa romantis untuk beberapa saat hadir mengisi jiwa saya. Meski akhirnya, surat-surat itu tidak saya jual, namun saya bakar. Ada sejarah yang memang pantas untuk kita ingat, juga kita lupakan. Saya memilih melupakan sejarah itu dengan cara menjualnya atau membakarnya.

Dengan menjual “jejak sejarah” itu saat ini saya memiliki sejarah baru. Sejarah tentang buku; “Karma dan Tumimbal Lahir”, “Pergulatan mencari Islam; Perjalanan Religius Roger Garaudy”, “Sosial-Demokrasi: dalam Teori dan Praktik”, “Kebhinekaan Masyarakat di Indonesia”, dan “Tamu Allah”. Semoga entitas baru di kamar saya itu mampu membuat jejak sejarah yang lebih baik, dan menutup keinginan saya untuk menjualnya atau membakarnya. []
Share on Google Plus

About el-ferda

Saya mulai blogging sejak November 2007. Dulu awalnya iseng sekedar mengarsip tulisan atau foto. Lama kelamaan saya mulai suka menulis. Selain blogging, saya juga suka membaca, nonton film dan diskusi ini itu. Sekarang di tengah-tengah kesibukan bekerja dan lain sebagainya, saya sempatkan sekali dua kali posting tulisan. Tentang saya selengkapnya di sini
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments :