Saya di Madinah


Oleh: Firdaus Putra A.

Membaca buku “Tamu Allah” karya Mohammad Sobari ini membuat saya seakan-akan berada di Madinah. Ikut menikmati ruangan masjid yang luas, karpetnya bersih, udaranya dingin dan seterusnya. Juga membuat saya seakan-akan berada di Mekkah, ikut thawaf di depan Ka’bah dan aktivitas umroh lainnya. Atau membuat saya merasakan sesak dan kurang nyaman ketika memasuki lorong Gua Hira yang penuh para peminta-minta dan kotoran manusia.

Buku ini benar-benar diceritakan secara mengalir. Mampu membuat saya “hadir” dan ikut serta menikmati jamuan Allah. Buku kecil ini merupakan true story atau catatan perjalanan kang Sobbari ketika sedang menunaikan umrah di tanah suci. Terbit sudah cukup lama, 1996. Namun baru saya temukan saat membolak-balikkan tumpukan buku di stand obral buku murah di Gedung Suteja Purwokerto.

Membaca buku ini kita tidak akan menemukan warna dogmatis agama. Justru karena berangkat dari narasi kecil Kang Sobbari cerita dalam buku itu sangat manusiawi dan sangat realistik. Sesekali Kang Sobbari keluar dari janji awalnya ketika ingin menjauhi kadonyan (keduniaan) saat umrah. Namun, janji itu tak kesampaian saat ia membeli kurma dan “thawaf” di Pasar Seng.

Narasi kecil ini menggambarkan suasana psikologis Kang Sobbari sebagai seorang Muslim yang taat, juga sebagai cendekiawan yang kritis. Seperti yang terekam saat ia tak nyaman dengan tangisan peziarah-peziarah negara lain di sebuat bukit, Jabal Uhud. Menurutnya, proses tangis-menangis seharusnya berjalan secara spontan. Tak perlu sedikit-sedikit menangis. Mendengarkan adzan menangis, disebut asma Allah menangis, disebut nama Muhammad menangis. Justru banyak tangisan ini membuat menangis tak lagi alamiah. Kang Sobbari menginginkan dirinya menangis dengan spontan. Akhirnya ia tak menangis saat di pagar atau tembok pembatas itu. Ia justru melakukan perenungan atau sedang merkonstruksi sejarah di masa Nabi tentang kekalahan perang akibat prajurit Islam yang berebutan mengambil harta rampasan perang.

Penghayatan spiritual yang lain kita temukan saat Kang Sobbari tak sempat membaca doa yang seharusnya dibaca, misal ketika memasuki masjid, melihat Ka’bah, dan sebagainya. Ia justru berdoa dengan bahasanya, entah Jawa atau Indonesia. Sedang jamaah lain, teman-teman kelompoknya, sibuk membuka-buka buku doa. Menurutnya hal itu mengurangi kekhusyuan. Sowan dan matur sama Allah, Tuhan yang Maha Tahu, kok harus repot. Kurang-lebihnya begitu pandangannya.

Meski seorang Muslim yang rasional, Kang Sobbari tetap saja nyerah ketika teman-teman jamaahnya memboikot untuk membawa batu yang mereka ambil di Gua Hira. Kata teman-temannya, jemaah umrah atau haji dilarang membawa benda-benda alamiah (selain buatan manusia) yang ada di Tanah Suci. Konon katanya, seorang jemaah asal Sumatera jatuh sakit karena membawa pulang sesuatu dari Mekkah. Ia sembuh setelah mengembalikan benda itu kembali ke asalnya.

Kang Sobbari tetap tidak menghiraukan cerita-cerita yang disebar teman-temannya. Ia tetap ngotot ingin membawa batu Gua Hira untuk hiasan di rumah. Lebih dari sekedar hiasan di dalam kotak kaca, Kang Sobbari ingin agar hubungan historis antara dirinya sebagai Muslim tetap tersambung ketika di rumahnya ada batu Gua Hira. Ya, gua tempat Nabi Muhammad mendapat wahyu yang pertama, surat al Alaq.

Namun, meksi berbagai rasionalisasi telah ia keluarkan dan berbagai kebenaran subyektif telah ia bangun, toh akhirnya batu itu ia buang. Tanpa sepengetahuan teman-teman lainnya, malu katanya, ia membuang batu tiu di pojok hotel tempatnya menginap saat di Mekkah.

Membaca buku ini saya tersedot masuk ke alam pencerita. Dengan bahasa keseharian, dengan praktik keseharian, buku ini justru merangsang saya, menggoda saya untuk mencoba menjadi Tamu Allah. Saya ingin merasakan tubuh dan jiwa saya hadir di Madinah, Mekkah, juga Gua Hira. []
Share on Google Plus

About el-ferda

Saya mulai blogging sejak November 2007. Dulu awalnya iseng sekedar mengarsip tulisan atau foto. Lama kelamaan saya mulai suka menulis. Selain blogging, saya juga suka membaca, nonton film dan diskusi ini itu. Sekarang di tengah-tengah kesibukan bekerja dan lain sebagainya, saya sempatkan sekali dua kali posting tulisan. Tentang saya selengkapnya di sini
    Blogger Comment
    Facebook Comment

1 comments :

Anonim mengatakan...

keren! pgn baca bukunya juga..