Savner di Valentine Day

Oleh: Firdaus Putra

Pada awalnya adalah frekuensi. Frekuensi adalah ke-kerap-an, tentang seringnya berkomunikasi. Lama kelamaan menjadi intensif dengan kualitas isi komunikasi. Mulailah—dalam bahasa Norwegia—muncul savner. Atau perder dalam lanskap Portugis. Adalah kecondongan untuk merasakan sensasi peristiwa itu lagi, peristiwa komunikasi. Rasa itu muncul justru saat peristiwa itu terhenti. Semacam adiksi yang menuntut untuk dipenuhi. Itulah rasa rindu.

Rasa itu harus dipenuhi. Entah bertemu langsung, by phone, by net atau lewat merpati pos. Sedangkan cara terakhir adalah dengan asosiasi. “Memanggil” peristiwa itu dengan obyek pengganti; foto, musik, cendramata atau sekedar imajinasi. Inilah usaha untuk menjawab laju hormon oxytocin hasil sekresi otak. Ya, nampak seperti laku fetitisme pada benda tertentu untuk memperoleh sensasi tertentu.

Di hari ini, Valentine, banyak orang membuat harapan. Salah satunya mengharap yang dirindukannya hadir. Hadir dalam makna sebenarnya atau kehadiran yang terwakili. Misalnya, diwakili oleh sebuah ucapan dengan deret kalam yang manis.

Atau dengan cara lain mewakili keterbatasan fisik karena ruang-waktu yang membentang. Mulai tahun 1847, Esther A. Howland dari Worcester, Massachusetts, mencetak massal kartu ucapan Valentine. Kartu ucapan itulah yang mewakili rasa rindu antar ruang-orang. Dan dari titik itulah Valentinan berkembang ke segala jagad.

Masih dengan cara asosiasi, muda-mudi kemudian berbagi cokelat dan bunga. Dua obyek itu adalah wakil dari romantisme. Dan di hari ini asosiasi menjadi semakin cair. Nampaknya, tidak perlu mengetahui sejarah panjang Valentine Day untuk meminjam suasananya.

Atau bahkan, secara sengaja melupakan asal muasal sejarahnya agar bisa diadaptasi tanpa beban. Yang penting akhirnya bukan tentang otentisitas, bahwa umat Kristiani lebih sah merayakan Valentine Day, tetapi tentang momentum pada waktu-publik. Bahwa di tanggal 14 Februari kalender Masehi masyarakat mempunyai momen Hari Kasih Sayang.

Malam ini, aku merindukan seseorang. Dengan cara asosiasi kupenuhi rasa itu. Kuputar How Can I Keep From Singing – Enya. Kutatap lekat-lekat foto dirinya. Berharap bahwa saat tidur kami bertemu.

Pelan-pelan kupanggil namanya sembari berbisik dalam bahasa China, “wo xiangnian ni”. Aku merindukanmu. Dan happy valentine untukmu. []
Share on Google Plus

About el-ferda

Saya mulai blogging sejak November 2007. Dulu awalnya iseng sekedar mengarsip tulisan atau foto. Lama kelamaan saya mulai suka menulis. Selain blogging, saya juga suka membaca, nonton film dan diskusi ini itu. Sekarang di tengah-tengah kesibukan bekerja dan lain sebagainya, saya sempatkan sekali dua kali posting tulisan. Tentang saya selengkapnya di sini
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments :