Hari Geblak


Oleh: Firdaus Putra A.

Anda percaya adanya hari sial? Di Jawa, sekurang-kurangnya kota saya, Pekalongan, mengenal yang namanya “dino balungan enem”. Entah apa maknanya, intinya kata kakek-nenek, hari itu cukup mendatangkan kesialan. Di desa saya ada juga kepercayaan kalau di hari tertentu, misal Selasa dan Sabtu, kita tidak boleh melakukan perjalanan jauh (mudik atau balik). Dalam terminologi Jawa masalah hari baik atau buruk kita sebut dengan adat “pitungan” (bahasa Indonesia, penghitungan). Segala sesuatunya harus dihitung; membangun rumah, pernikahan, membuka usaha, mulai menanam sawah dan sebagainya. Adat ini mirip dengan tradisi Feng Shui dalam kepercayaan Cina.

Dalam kajian budaya, tradisi ini kita sebut sebagai kearifan lokal. Sebuah kearifan masyarakat lokal atau daerah yang mempunyai logikanya sendiri dan sering kali secara permukaan berbeda dengan logika rasionalisme ilmu pengetahuan. Meski kalau kita selami, sebenarnya kearifan lokal, yang sekarang kita sebut dengan mitos itu, mempunyai rasionalitasnya sendiri, yang mencukupi yang memampukan masyarakat tersebut eksisten dan tetap lestari.

Saya tidak berusaha menggiring Anda untuk mempercayai mitos ini. Namun, sekurang-kurangnya, saya mengalami dua kesialan yang kebetulan. Tanggal 9 September yang lalu, tepatnya hari Selasa, lembaga yang saya kelola menggelar diskusi publik dalam rangka launching, sebut saja WE-Press. Target peserta 120-150 orang. Undangan sudah disebar. Spanduk telah terpasang. Pamflet pun sudah tertempel di hampir setiap kampus. Tak ketinggalan berpuluh-puluh SMS sudah dilayangkan oleh masing-masing pengurus ke jaringan pertemanan mereka. Dan naas, siang itu udara panas. Sampai pukul tigaan tiba-tiba hujan turun. Padahal acara dijadwalkan mulai pukul tiga lebih tiga puluh menit.

Al hasil, acara sore hari itu hanya dihadiri kurang-lebih 50 orang. Tempat duduk tersisa luas. Kolak sebagai tajilan buka puasa sisa 100 porsi. Belum cukup, salah satu pembicara tak bisa menyajikan materi melalui slide lantaran listrik di rumahnya padam beberapa jam sebelum acara. Ya, semua kesialan itu terjadi di hari Selasa.

Seminggu kemudian, tanggal 16 September, kami merencanakan mengadakan diskusi internal untuk mengkaji cultural studies. Waktu sudah ditetapkan, pukul 15.15 WIB. Sampai akhirnya tiga jam sebelumnya, seorang dosen yang rencananya mengisi diskusi itu berhalangan karena harus ta’ziah ke Magelang. Diskusi pun gagal. Keduakalinya kesialan terjadi di hari Selasa.

Entah mitos atau tahayul bila boleh menyebut jangan-jangan hari Selasa memang hari geblak-nya WE-Press. Bisa jadi iya, kalau kita percaya tentang kearifan lokal yang ada. Bisa jadi tidak, ini hanya persoalan kebetulan saja.

Saya mulai sedikit percaya mitos itu. Namun, saya juga berusaha keras untuk tak mempercayainya. Pasalnya ada satu mekanisme—entah alamiah atau psikologis—yang bisa merealisasikan hal itu, the self fullfilling prophecy. Artinya, sebuah ramalan yang terjadi atau terpenuhi dengan sendirinya, lantaran kita meyakini atau mempercayainya. Aksioma yang bisa kita susun, “Semakin saya percaya bahwa hari Selasa adalah hari geblak-nya WE-Press, maka semakin besar potensi bahwa di hari itu WE-Press akan sial”. Dari pada membangun aksioma itu, lebih baik saya membangun aksioma, “Saya tak percaya hari Selasa adalah hari geblak-nya WE-Press, maka semakin kecil potensi bahwa di hari itu WE-Press akan sial”.

Bilamana ternyata tetap saja kesialan itu terjadi padahal saya sudah membangun aksioma kedua, maka boleh jadi ada kekuatan lain, misalnya alam, yang mempunyai logika kerja yang berbeda. Namun, sebagai orang yang bertuhan, saya lebih nyaman ketika membangun kepercayaan, “Bahwa Tuhan sebagaimana prasangka hamba-Nya”. Maka, lebih baik saya selalu berprasangka positif bahwa di hari apapun Tuhan senantiasa melimpahkan rahmat-Nya.

Namun bagaimana kalau pendapat yang mengatakan bahwa Tuhan beristirahat paska menciptakan alam beserta isinya itu benar? Sepertinya kearifan yang nampak pada penganut animisme-dinamisme perlu kita contoh. Ketika segala sesuatu mempunyai jiwa, tepatlah sebagai sesama mahkluk kita perlu mengembangkan hubungan yang harmonis. Toh, hari merupakan wujud dari dimensi waktu yang di hadapan Tuhan, sama-sama makhluk ciptaan-Nya.

Pandangan-pandangan mistik semacam ini tentu saja akan dienyahkan oleh kalangan rasionalis, positivistis dan empirisis. Bagi mereka, kesialan kali keduanya di hari Selasa hanya masalah kebetulan yang beroperasi satu banding sekian dalam logika probabilitas. Tidak ada kesialan yang menyatu dalam kondisi tertentu. Kesialan hanya mungkin sebagai akibat dari kekurangmampuan manusia dalam rangka mengontrol, memanipulasi dan merekayasa alam lingkungannya.

Bayangkan saja kalau berapa hari sebelumnya saya mampu mengakses prakiraan cuaca dari BMG kurun waktu satu minggu. Tentu saja, dengan mudah kesialan akibat hari hujan bisa saya atasi melalui penjadwal-ulangan kegiatan.

Meski demikian, nampaknya teori chaos, salah satunya butterfly effect dengan mudah bisa menyangkalnya. Entah negara mana yang emisi gas rumah kacanya tinggi beberapa hari terakhir sehinga cuaca tak menentu sebagai wujud pemanasan global. Dari panas, eh, tiba-tiba hujan. Ya, kepakan kecil sayap kupu-kupu di Australia bisa mengakibatkan angin topan di Arizona, itu katanya.

Dalam kerangka chaos juga, diskusi internal di Purwokerto yang sudah direncanakan sedemikian rupa, gagal ketika salah seorang insan manusia meninggal di Magelang sana. Mau tidak mau, sebenarnya kita—meminjam bahasa Goenawan Mohammad—dhaif atau lemah di hadapan entitas lain. Oleh karenanya, secanggih apapun rencana dan persiapan itu, kita diajarkan untuk selalu bertawakal. Pasrah setelah mengusakan segala sesuatunya. []

Note: Telah dimuat di http://we-press.com
Share on Google Plus

About el-ferda

Saya mulai blogging sejak November 2007. Dulu awalnya iseng sekedar mengarsip tulisan atau foto. Lama kelamaan saya mulai suka menulis. Selain blogging, saya juga suka membaca, nonton film dan diskusi ini itu. Sekarang di tengah-tengah kesibukan bekerja dan lain sebagainya, saya sempatkan sekali dua kali posting tulisan. Tentang saya selengkapnya di sini
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments :