Bagaimana Saya Membaca Buku?

Oleh: Firdaus Putra, HC.
Dalam satu hari saya bisa membaca beberapa buku berbeda. Lalu bagaimana hal itu bisa dilakukan? Apakah tidak membuat otak overload? Atau harus mengalokasikan waktu berapa jam sendiri? Tidak.

Bayangkan bagaimana bila kita menempelkan aktivitas membaca buku pada aktivitas yang lain? Misalnya ketika sarapan, ketika di toilet atau ketika merokok. Nah saya melakukannya seperti itu.

Lepas sarapan, sambil merokok saya membaca buku A. Lalu di toilet saya membaca buku B. Malamnya sebelum tidur saya membaca C. Sambil rehat di kantor saya membaca buku D. Dengan cara begitu saya bisa membaca beberapa buku dalam satu waktu.

Tentu saja kuncinya kita harus memberi pembatas yang jelas pada halaman terakhir yang sudah dibaca. Dalam aktivitas sela seperti itu, biasanya saya bisa membaca sekira 5-10 halaman. Kecuali malam hari sebelum tidur, saya bisa membaca sampai 50 hingga 100 halaman.

Lebih enak bila buku yang dibaca sama sekali berbeda tema sehingga otak tidak confuse membedakan dari tema satu ke tema yang lain. Toh itu mirip seperti aktivitas kita di ponsel, membuka dari satu aplikasi ke aplikasi yang lain.

Ada kekurangannya, tentu saja. Yakni membaca pada aktivitas sela seperti itu daya serap kita tidak terlalu maksimal. Hanya pada isu yang menarik perhatian, kita bisa mengingat dan memahaminya dengan baik. Pada isu yang biasa saja, itu menjadi sekedar informasi.

Beberapa orang membaca buku untuk memperoleh wawasan dan kebijaksanaan. Beberapa yang lain hanya memperoleh informasi dan pengetahuan. Hal itu tergantung dari buku/ tema apa yang kita baca. Apakah memiliki relevansi dengan aktivitas kita atau tidak. 

Aktivitas yang saya maksud tentu saja umum sifatnya. Mulai dari pekerjaan, pandangan hidup, hobi, pemikiran, sikap politik/ kepercayaan, background sosial dan aspek kehidupan lainnya. Bila relevansinya tinggi, maka membaca buku akan berbuah wawasan dan kebijaksanaan. 

Sehingga membaca buku sebenarnya bukan membaca teori. Atau sekedar menyerap informasi saja. Namun membaca buku adalah praktik atau tindakan untuk mencapai sesuatu. Yang pada puncaknya mempengaruhi: sikap, pandangan, imajinasi, ide dan tentu saja, keputusan-keputusan yang kita ambil.


Dalam ruang-waktu yang makin memadat ini, sulit untuk mengalokasikan waktu membaca secara khusus. Sehingga menempelkannya pada aktivitas yang lain adalah salah satu cara yang tepat. Mungkin lebih lamban, pelan. Namun itu lebih bagus daripada kita kehilangan momen membaca sama sekali, bukan?

Ada legal maxim yang terkenal di kalangan Nahdliyyin, bunyinya begini, “Mâ Lâ Yudroku Kulluhu Lâ Yutroku Kulluhu”. Artinya, apa yang tak bisa dikerjakan seluruhnya, maka jangan tinggalkan seluruhnya, namun kerjakan semampunya. Nah, mencuri waktu di saat melakukan aktivitas lain, masuk dalam legal maxim seperti itu. []

Share on Google Plus

About Firdaus Putra

Saya mulai blogging sejak November 2007. Dulu awalnya iseng sekedar mengarsip tulisan atau foto. Lama kelamaan saya mulai suka menulis. Selain blogging, saya juga suka membaca, nonton film dan diskusi ini itu. Sekarang di tengah-tengah kesibukan bekerja dan lain sebagainya, saya sempatkan sekali dua kali posting tulisan. Tentang saya selengkapnya di sini
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments :