
Oleh: Firdaus Putra A.
Saya sering heran ketika membaca ulang tulisan-tulisan karya saya sendiri. Saya heran kok saya bisa menulis seperti itu. Dengan berbagai pilihan kata, gabungan frasa, dan talian kalimat. Kadang saya sendiri tak menyangka, kok bisa ya ...
Padahal, semua tulisan—apalagi narasi-narasi kecil—saya tulis secara bebas-mengalir langsung di depan komputer. Tentu saja, saat mengetik tulisan itu saya sembari berpikir, mengembangkan ide pokok, dan mempertajam analisis, dan sebagainya. Sebelum saya menulis, memang saya sudah mempunyai tema atau judul tertentu. Namun, belum sampai pada pengembangan ide, apa yang akan ditulis, analisisnya seperti apa, dan sebagainya.
Saya heran, seakan-akan tulisan saya muncul dari “bawah sadar” dan tanpa perencanaan. Mengapa, karena sebelum menulis, sebenarnya di otak saya tidak ada stok kata, situasi, ikon, setting waktu, kronologis, engel, dan berbagai hal yang membangun sebuah tulisan. Namun, saat menulis, seakan-akan stok-stok itu keluar begitu saja dan entah dari mana datangnya.
Selain heran, kadang saya merasa sebagai orang konyol ketika membaca ulang tulisan-tulisan itu. Tahun 2006 saya pernah membukukan beberapa judul tulisan. Saya bukukan sampai menjadi 10 buku dengan jumlah 108 halaman, fontasi 9, bentuk font Arial Narrow. Sesekali saya iseng membaca buku itu, “Mengintip Dunia” judulnya, dan lantas saya merasa malu, konyol, dan PD banget ya ... Kok bisa dulu saya berpikir membukukan tulisan yang mungkin tak laik konsumsi itu. Benar-benar konyol.
Dulu buku itu saya jual seharga Rp. 7000. Nominal ini saya hitung dari ongkos cetak (foto kopi+jilid) yang saya keluarkan. Gagasan atau ide sendiri tidak saya hargai. Biarkan gagasan dan ide itu bebas diakses oleh banyak orang. Namun, biasanya, beberapa teman membayar Rp. 10.000. Ada juga yang membayar Rp. 20.000, beliau adalah Pak Kusbiyanto, Pembantu Rektor III UNSOED.
Pernah sekali waktu saya lihat beliau memegang buku saya, ketika beliau memberi sambutan di pembukaan UKM Expo. Tersanjung rasanya ketika Pak Kus—sapaan akrabnya—mengutip beberapa kalimat dari buku itu.
Dulu saya sempat berjanji kepada beberapa teman hendak mencetak ulang buku itu. Setelah saya baca ulang, saya urungkan niat itu, karena menurut saya tulisan itu belum pantas untuk dibukukan.
So, silahkan Anda baca ulang tulisan-tulisan yang sudah Anda hasilkan. Apakah Anda merasa kagum, heran, malu, konyol, atau justru terasa ingin buang hajat ketika membaca ulang tulisan itu. Semaksimal-maksimalnya, saya tak pernah merasa ingin buang hajat selepas membaca ulang semua tulisan. Tapi sekedar ingin pipis karena menahan tawa. He he he ... []
2 comments :
sekarang kl liat tulisan2 jaman masih baru2nya jadi kuli pers, wuih malu bgt. Tp saya sadar semua itu butuh proses.
Hehe.. sepakat sama mas/ mba (?) eeda. Practice makes perfect. Mungkin beberapa tahun lagi saya akan senyum2 sendiri lihat skripsi dan artikel2 saya sekarang. Seperti halnya saya melihat karya tulis dan tulisan2 saya ketika SMA dulu.. :p
Posting Komentar