
Oleh: Firdaus Putra A.
Pagi ini (17/09/2008) saya menerima SMS dari Bung Wilson. Isinya undangan buka bersama Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) di Kantor Dewan Pers. Rencananya diadakan hari Sabtu, 20 September mendatang.
Pukul tiga dini hari tadi, saya menerima SMS dari Kang Suroto. Isinya sama, undangan buka bersama Boersa Kampus (BK) di Restoran Seafood Asiatic. Harinya juga sama, Sabtu 20 September mendatang. Tentu jam dan maghribnya juga sama.
Beberapa hari yang lalu saya memperoleh SMS dari pengurus Ikatan Mahasiswa Pekalongan-Batang (IMAKABA). Isinya sama dengan dua SMS di atas, undangan buka bersama sewarga Pekalongan. Waktunya sama, Sabtu 20 September mendatang. Tempatnya di Gedung SKB Purwokerto.
Memang bulan Ramadhan musimnya buka bersama. Tak ada buka bersama selain di bulan ini. Puasa sunah di bulan Haji pun, teman atau rekan-rekan tak berhasrat untuk menggelar buka bersama. Namun saat Ramadhan, buka bersama menjadi salah satu agenda kegiatan. Banyak orang atau banyak lembaga yang menyelenggarakannya. Parahnya, seperti di atas, hari dan tanggalnya sama.
Maksudnya, parah bagi yang menerima tiga undangan sekaligus. Yang jelas tak mungkinlah membagi diri menjadi tiga; hadir di Dewan Pers, Asiatic dan SKB. Meski konon katanya, entah benar atau tidak, Bung Karno pernah menampakan diri pada tempat yang berlainan. Kalau beliau memang muncul di tempat yang berbeda, masih masuk akal, bilamana waktunya berbeda. Tapi, apa iya masuk akal? Bagaimana kalau tempat di sini adalah kota dengan selang penampakan satu jam. Menjadi sulit dinalar kan?
Keganjilan-keganjilan seperti itu tetap saja bisa diselesaikan oleh irasionalitas. Bisa jadi beliau mempunyai ilmu berjalan secepat kilat atau masuk ke bumi atau miber di atas awang-awang. Cerita ini pernah saya dengar dari beberapa teman santri. Jadi masih mungkin hadir di tiga atau empat tempat yang berbeda.
Namun, bagaimana kalau waktunya sama persis? Pertanyaan ini bisa dijawab dengan mudah sekali, konon katanya manusia memiliki tujuh saudara kembar. Saudara-saudara itu akan membantu kita. Sederhananya, saudara kembar gaib itu akan menjadi khodam (pembantu) kita. Dengan sekenario seperti itu, mungkin saja Bung Karno hadir dalam tempat yang berbeda meski dalam waktu yang bertepatan. Ya, sebenarnya yang datang itu saudara kembar ghaibnya Bung Karno, seperti clonning-anyalah.
Nah, sayangnya saya tak punya, kalau cerita itu benar, kesaktian seperti Bung Karno. Ya mau tak mau saya harus memilah dan memilih undangan mana yang akan saya penuhi. Pertama, meski cukup bergengsi, nampaknya undangan Bung Wilson terlalu sulit untuk saya penuhi. Sekurang-kurangnya saya harus berjalan ke Kebon Sirih dengan sejumlah uang. Sampai sana saya harus booking sebuah kamar guna istirahat, melepas lelah perjalanan Purwokerto – Jakarta. Wah, nggak banget deh!
Undangan ketiga, dua tahun berturut-turut saya menghadiri buka bersama IMAKABA. Ya, sesekali absen atau bolos tak apa lah. Ditambah, jangan bilang ke pengurusnya ya, acaranya membosankan, itu-itu saja dan kurang atraktif. Selain itu, karena IMAKABA adalah organisasi kedaerahan, bukan lembaga bisnis atau yayasan, saya harus merogoh kocek guna mengganti konsumsinya.
Terakhir, nampaknya saya akan menghadiri undangan Kang Suroto. Pertama, karena saat ini saya terlibat bersama beliau di bawah satu lembaga, WE-Press. Kedua, dan mungkin menentukan, saya yakin buka bersamanya gratis dan dengan menu restoran. Ya, sesekali saya ingin makan enak di restoran, meski sekedar buka bersama. He he he ... []
0 comments :
Posting Komentar