
Oleh: Firdaus Putra A.
Saya jadi ingat ketika sedang mengantar pacar belanja di Moro. Saat itu dia sedang memilah-memilih t-shirt obral. Karena capek, saya duduk dibangku panjang. Ada dua cowok di sana, mungkin dalam rangka yang sama, menunggu si pacar belanja. Di depan bangku kami ada setumpukan panty (celana dalam). Berbeda dengan milikku, panty itu warna-warni, ada yang berkartun, berenda, dan yang pasti, corak dan modelnya berbeda dengan kebanyakan panty laki-laki.
Saya jadi berfikir, ternyata kehidupan laki-laki dan perempuan sedemikian dibedakan. Lihat saja, sedikit panty untuk laki-laki yang fashionable tapi banyak sekali milik perempuan. Meskipun fashionable, lucu, dan nggemesin, tetap saja sejauh-jauhnya panty dipakai di bagian dalam. Karena dipakai di bagian dalam, keartistikannya, corak, warna dan lain sebagainya tak akan pernah terlihat.
Atau mungkin, keindahan dari berbagai corak itu bukan untuk umum, melainkan hanya untuk dinikmati si empunya. Jadilah, perempuan hari ini lebih dibentuk sebagai manusia yang indah, artistik, dan fashionable baik luar maupun dalam. Kalau tak percaya, longok saja panty-panty mereka, pasti lebih heboh daripada milik kita (laki-laki).
Lihatlah juga G-String merah yang dikenakan Dewi Perssik saat bermain di “Tali Pocong Perawan”, bagaimana reaksi Nino? Dia nerveous ketika diminta tolong untuk mengaitkan kancing rok mini si Dewi. Nah, saya curiga kalau sebenarnya berbagai model panty, termasuk G-String, sebenarnya rekayasa laki-laki untuk memuaskan fantasinya. Rekayasa itu bertali kelindan dengan mitos “berasa seksi” bagi perempuan yang memakainya. Klop lah, si laki-laki memperoleh kepuasan, meski hanya memandang sepintas lalu. Dan si perempuan, beroleh kepuasan saat tubuhnya berbalut kain segitiga sentimeteran itu.
Sekenario lain, bra (kutang) awal mulanya berfungsi sebagai pelindung dan untuk menyembunyikan payudara. Lama ke lamaan, fungsinya berubah sedemikian rupa menjadi penonjol payudara. Dalam kasus ini, kita bisa menengok sejarah Bali tahun 1800-an ketika saat itu dada perempuan terbuka bebas tak ubah dada laki-laki. Kemudian, seorang pelukis asal Eropa yang tergila-gila dengan keindahan dada istrinya (asli Bali), tak rela kalau dada itu tersentuh, kendor, dan sebagainya. Diimporlah bra dari Eropa untuk istrinya.
Seperti bra, jangan-jangan panty juga demikian, pada satu sisi ia berperan menyembunyikan sesuatu, dan paradoks pada sisi lain, eksplorasi daya tarik dengan beragam model yang tentu saja dengan pusat gravitasi “yang disembunyikan itu”. Eksplorasi bagian-bagian tersembunyi dengan berbagai pernak-pernik merupakan ihwal mengeluarkan “sesuatu”. Benarlah, “sesuatu” itu amatlah paradoks, ingin bersembunyi namun juga ingin keluar. []
Dimuat di http://we-press.com
1 comments :
memang sesuatu yang tersembunyi itu sering kali menjadikan rasa penasran yang berlebihan. seperti sejarah arab dan persia zaman dahulu di mana para biduan dan para pelacurnya memakai cadar untuk menyembunyikan mukanya, denan tujuan agar si pria hidung belang itu merasa penasaran dan gairah seksualnya semakin terpancing....hehehe
Posting Komentar