
Kuingat momen itu saat August bercengkerama dengan angin dan tetumbuhan gandum. Ia lambai-lambaikan tangan, penjamkan mata dan hirup kuat-kuat bebau di sekitarnya. Ia rasakan kehadiran perempuan itu, Lyla Novacek. Kehadiran dalam rasa, bukan dalam wujud. Tentang sosok yang ia tanya dan cari terus menerus.
August terus meyakini tentang keberadaannya. Melalui desir angin, langit yang gelap dan gemericik air, bocah itu kirimkan pesan, “Mama …”. Kasih sayang itu melintasi dimensi ruang. Lyla merasakannya. Pesan itu, entah dengan cara apa merasuk dalam kalbunya. Agust Rush adalah kisah tentang anak yang menemukan ibunya melalui musik.
Aku ingat masa dimana kamu berbicara tentang doa. Tentang bagaimana kamu selalu mendoakanku. Seperti August, ia yakini Lyla tanpa wujud. Sedang kamu meyakini aku tanpa pernah bertemu. Nada adalah medium bagi August, sedang doa adalah medium bagimu. Doa itu melintasi ruang. Tentang beribu kilometer jarak yang membentang. Dan aku, merasakan kehadiranmu.
Doa adalah keyakinan tentang harapan. Ia melampaui batas keimanan. Kamu mendoakanku dalam tradisi agamamu. Dan aku berdoa untukmu dalam tradisi agamaku. Kukirimkan Surah Fatihah sehabis salat; untuk kesehatan-kesembuhan-kebahagiaanmu. Dengan harapan kuat, bahwa Tuhan-yang-Maha-Melampaui-Identitas mengizinkan. Mengizinkan kita bahagia dalam sebuah episode kehidupan ini.
Indah rasanya mendengarmu berdoa untukku. Mengharapkan kesehatan-kesuksesan-kebahagiaanku. Dan … itu begitu membekas. Kukatakan padamu, sekarang mulai kususuri lagi jalan Tuhan. Dalam keinsyafan sebagai manusia yang dzaif dan penuh dosa.
Melalui petikan nada, Lyla memanggil August. Dengan kata-kata ini kupanggil dirimu. Bahwa, ”typing is convincing”. Setiap ketikan adalah usaha untuk meyakinkan. Meyakinkanmu tentang apa-apa yang kurasa.
Sore ini ditemani alunan How Can I Keep From Singing – Enya kulihat kamu tersenyum. Sore ini terasa begitu cerah. Begitu hangat. Dan entah … kurasakan begitu intim denganmu. Sore ini kukulum senyum. Kurasakan kamu hadir dalam hembusan angin, matahari sore dan alunan musik.
Kuputar dan kuingat lagi tatapan August, Lyla dan Louise dalam pertemuan malam itu di New York, Central Park. Mereka mengulum senyum. August Rush adalah epik dalam film fiksi.
Kubayangkan pertemuan kita di sore cerah ini. Di sebuah pantai dengan pasir putih. Berjalan bergandeng tangan dan saling menatap dalam, “Adakah ini mimpi?” []
0 comments :
Posting Komentar